BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak jasad renik yang terbawa oleh benih bersifat fatogenetik. Penyakit yang ditimbulkan oleh jasad renik tersebut dapat menyerang benih, kecambah, tanaman muda maupun tanaman dewasa. Usaha tani harus menggunakan benih yang bebas dari jasad renik yang bersifat fatogenetik untuk mencegah atau mengurangi gangguan penyakit tersebut.
Di samping menjadi sumber infeksi bagi tanaman yang berasal dari benih itu sendiri, jasad renik patogen tersebut dapat sumber infeksi bagi tanaman disekitarnya, bahkan juga ke daerah lain. Menurut Sutopo (2002) pentingnya uji kesehatan benih dilakukan adalah karena penyakit pada benih dapat mengganggu perkecambahan dan pertumbuhan benih dengan demikian merugikan kualitas dan kuantitas hasil, benih dapat menjadi pengantar baik hama maupun penyakit ke daerah lain dimana hama dan penyakit itu tidak ada sebelumnya. Sehingga baik cendawan, bakteri, virus dan serangga (hama lapang dan gudang) yang semula dari infeksi yang terbawa oleh benih dapat merusak tanaman, dengan dilakukan uji kesehatan benih fatogen akan terdekteksi dan dapat mengurangi penyakit pada benih tersebut dan merupakan informasi tentang adanya suatu resiko.
B. Tujuan Uji Kesehatan Benih
Tujuan dari uji kesehatan benih antara lain :
1. Untuk mengetahui apakah dalam benih terdapat mikroorganisme yang bersifat fatogen.
2. Untuk mengetahui apakah pada benih terdapat nematoda.
3. Untuk mengetahui kesehatan benih secara fisiologis
4. Untuk membandingkan antar seed lot
5. Untuk menentukan jenis inokulum yang menginfeksi benih
6. Untuk mengevaluasi kesehatan benih sebelum disebarkan ke berbagai tempat untuk usaha tani.
7. Untuk mengevaluasi efek dari festisida yang dipakai untuk perawatan benih
8. Untuk mengevaluasi usaha pemberantasan penyakit yang disebabkan oleh benih di lapangan.
9. Untuk survei penyakit benih tingkat regional atau nasional guna mendeteksi penyebaranya.
10. Untuk tujuan karantina dalam rangka mencegah masuknya penyakit benih dan sekaligus mencegah terjadinya penyebaran penyakit benih tersebut.
BAB 2. PENGUJIAN KESEHATAN BENIH
A. Definisi
1. Kesehatan benih
Kesehatan benih terutama ditandai oleh ada tidaknya penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti cendawan, bakteri, virus dan penyakit yang disebabkan oleh hewan seperti cacing dan serangga, atau secara fisiologis karena adanya kekurangan unsur mikro.
2. Pengujian pendahuluan
Pengujian yang hanya dapat memberikan penilaian yang menentukan.
3. Patogen benih
Semua patogen tanaman dapat terbawa oleh benih karena benih dapat terinfeksi patogen baik hetika masih di tanaman induk, terkontaminasi pada waktu diproses maupun didalam rantai pemasaran. Patogen yang menginfeksi benih dapat menyebabkan benih menjadi :
a. Berubah secara fisik dan kimiawi
b. Berkecambah secara abnormal
c. Tidak dapat berkecambah
d. Kecambahnya tidak mampu muncul kepermukaan lahan
e. Hasil pengujian viabilitas kecambahnya jadi terpengaruh.
4. Jasad renik yang terbawa oleh benih dapat diklasifikasikan kedalam beberapa golongan yaitu :
a. Cendawan
Merupakan jasad renik yang paling banyak terbawa dan menginfeksi benih.
b. Bakteri
Bakteri yang menginfeksi benih biasanya sangat tahan terhadap kekeringan. Bakteri ini terdapat pada bagian hilum atau pada bercak – bercak yang di permukaan kulit benih. Bakteri yang ditularkan melalui benih adalah tergolong dalam genis Cory-nebacterium, Pseudomonas, dan Xanthomonas.
c. Virus
Virus yang menginfeksi benih biasanya ditularkan oleh tanaman induk. Dengan demikian virus tersebut terdapat dalam jaringan benih. Meskipun demikian seringkali pula tedapat virus yang terdapat pada permukaan benih.
d. Nematoda
Nematoda tercampur ke dalam benih bersama – sama dengan kotoran yang ikut terbawa pada waktu benih tersebut menjalani prosesing.
5. Patogen yang menginfeksi benih dapat diidentifikasi sebagai berikut :
a. Seed bornediseases ialah inokulum yang terdapat pada benih dan ditularkan oleh tanaman induk.
b. Seed transmitted diseases ialah inokulum yang terdapat pada benih dan ditularkan ke tanaman lain di lahan.
c. Seed contamination diseases ialah inokulum yang terdapat pada benih yang berasal bukan dari tanaman induk.
d. Benih yang berasal dari tanaman induk yang mengalami defisiensi unsur hara digolongkan sebagai benih yang tidak sehat secara fisiologis.
6. Yang dimaksud dengan inokulum adalan bahan yang mengandung atau bagian dari bibit penyakit yang dapat ditularkan dapat berupa cendawan, bakteri, virus dan nematoda.
7. Benih yang pada waktu diuji terserang penyakit, tetapi diyakini bahwa inokulum yang menyerangnya tidak berasal dari benih itu maka benih tersebut dikatan sehat.
8. Pretreatment adalah setiap perlakuan baik secara fisik atau kimiawi terhadap working sample agar proses inkubasi berhasil.
9. Inkubasi adalah mengkondisikan benih dengan keadaan tertentu sehingga memungkinkan patogen berkembang atau tampak gejala seranganya. Waktu antara meletakan benih di dalam agar, kertas blotter atau sebagainya, sampai dengan saat tercatat adanya infeksi atau keadaan kesehatan benih tersebut disebut masa inkubasi.
10. Sumber inokulum
Tempat patogen untuk mempertahankan diri selama tidak ada tanaman inang. Sumber inokulum primer misalnya biji benih, sisa – sisa tanaman dan tanah.
B. Prinsip
1. Pengujian kesehatan dapat dilakukan atas permintaan dari pengirim benih / pelanggan.
2. Pengujian hanya dilakukan untuk mendeteksi mikroorganisme tertentu atau penyakit fisiologis tertentu.
3. Estimasi jumlah benih yang terserangdilaksanakan sebaik mungkin sesuai dengan ketelitian yang dimungkinkan oleh metode yang digunakan.
4. Apabila contoh kirim telah mendapat perlakuan (seed treatment) dengan pestisida atau perawatan lain, maka pengirim harus menyebutkanya, karena hal ini mungkin akan mempengaruhi determinasi dan evaluasi pengujian kesehatan benih.
5. Pengujian kesehatan benih harus dilakukan dengan menggunakan metode dan alat yang sudah dipastikan kelayakanya untuk digunakan.
6. Metode yang digunakan tergantung pada jenis patogen atau kondisi yang akan diamati, jenis benih dan tujuan pengujian.
C. Prosedur
1. Contoh kerja
Pada pengujian kesehatan, benih working sample diambil dari hasil pengujian kemirnian benih.
Contoh kerja dapat terdiri dari seluruh contoh kirim atau hanya sebagian saja tergantung dari metode yang digunakan. Contoh kirim yang diperlukan sama dengan berat contoh kirim untukpengujian rutin, kecuali hal – hal khusus. Contoh benih harus dikemas dan dikirimkan dalam keadaan yang tidak memungkinkan terjadinya perubahan status kesehatan benih. Pada umumnya contoh kerja (benih yang diuji) minimal 400 butir, yang terdiri dari beberapa ulangan tergantung metode dan kebijaksanaan masing – masing laboratorium. Variasi diantara ulangan biasanya lebih besar dibanding variasi dalam pengujian daya berkecambah. Karena mikroplora yang ada dalam benih dapat berubah selama penyimpanan (walaupun didalam kondisi yang mendukung viabilitas benih), maka pemilihan kondisi penyimpanan harus sesuai yaitu suhu dan tempat penyimpanannya optimal sehingga integritas contoh terjaga, bila dalam pengujian terjadi perkembangan cendawan penyimpanan yang berlebihan, maka hal ini dapat menunjukan kualitas benih tersebut buruk. Hal ini dapat disebabkan oleh penanganan saat panen, prosesing, penyimpanan atau saat penuaan (ageing). Dalam hal ini benih perlu diberikan perlakuan pendahuluan.
2. Metode pengujian
Patogen yang terdapat pada benih memerlukan keadaan lingkungan yang berbeda agar dapat tumbuh dan menghasilkan spora. Oleh sebab itu kondisi lingkungan pada waktu pengujian kesehatan benih harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat merangsang pertumbuhan patogen. Hal sangat penting agar patogen tersebut dapat diidentifikasi, terutama patogen yang terdapat dalam benih. Berbagai metode pengujian yang telah ada, mempunyai kepekaan dan kemungkinan untuk diulang dengan metode yang berbeda. Disam[ing itu memerlukan latihan dan macam peralatan yang berbeda pula. Metode yang digunakan / dipilih tergantung dari jenis patogen atau keadaan yang akan diselidiki, jenis benih tanaman dan maksud dari pengujian. Pemilihan metode yang tepat serta evaluasi hasil, memerlukan pengetahuan dan pengalaman.
Pada pengujian kesehatan benih terdapat beberapa metode dasar yaitu :
a. Metode tanpa inkubasi
1) Metode pengamatan langsung terhadap benih tanpa bantuan peralatan atau dengan menggunakan bantuan kaca pembesar (lup) dan dapat juga dibawah mikroskop stereo.
2) Pengujian dengan perendaman benih
3) Pengamatan terhadap suspensi dari pencucian benih. Pengamatan ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop.
b. Metode setelah inkubasi
Hasil pengujian ini tidak memberikan indikasi viabilitas patogen. Jarak antar tiap – tap benih dibuat sedemikian rupa hingga tidak saling bersinggungan satu sama lain. Kemudian petridis tersebut dismpan pada suatu ruangan/ lemari khusus selama masa inkubasi. Pada umumnya masa inkubasi adalah 7-8 hari pada suhu (20 ±2)ºC kecuali pada benih tanaman tropika diprlukan suhu (28 ± 2) ºC. Dapat juga dilakukan dengan cara benih yang telah ditabur (khususnya pada metode blotter) benih diinkubasi pada kondisi ruang pada 24 jam pertama, kemudian benih diinkubasi pada suhu - 20 ºC pada 24 jam berikutnya. Setelah itu benih diinkubasi suhu ruang sampai pengamatan. Untuk merangsang sporulasi cendawan sebaiknya tempat inkubasi dilengkapi dengan lampu NUV dan secara bergantian diatur terang gelap masing – masing 12 jam. Setelah masa inkubasi selesai benih diperiksa dengan menggunakan mikroskop stereo dengan pembesaran 50 – 60 kali. Benih yang sangat mudah terkena kontaminasi dengan saprofit perlu diberikan perlakuan dengan larutan chlorine (1 - 2)% sebelum diuji.
Pengamatan terhadap benih atau kecambah benih setelah waktu inkubasi dapat dilakukan dengan metode :
a. Metode blotter
Metode kertas blotter dapat digunakan untuk memeriksa kesehatan benih. Patogen yang dapat diketahui dengan metode ini adalah ari negara Alternaria, Ascochyta, Botrytis, Colletotrichum, Drecslera, Fusarium dan Phoma. Dengan melihat gejala penyakit dan miselium yang terbentuk kadang – kadang dapat digunakan untuk membedakan jenis tanaman dari cendawan tersebut. Metode inti mengidentifikasi cendawan patogen dengam cepat dan tepat karena setiap jenis tanaman menunjukan karakteristik masing – masing seperti bentuk dan aturan dan spesifik dari konodiospora dan sebagainya.
b. Metode agar
Di banding metode blotter metode ini memberikan kondisi yang lebih memasiai untuk tumbuhnya sporulusai atau gejala adanya serangan penyakit. Sejumlah benih di letakan pada media agar di dalam petridish. Media agar yang umum di gunakan adalah malt ekstract dan potato dextract. Untuk mencegah kontaminasi dengan jasad saprofit maka benih didisinfektan dahulu, sebelum di tempatkan pada media agar. Masa inkubasi adalah 5-7 hari pada suhu (20±2)0C. Tempat inkubasi juga di lengkapi dengan lampu NUV dan diatur gelap dan terang masing-masing 12 jam. Pengamatan presentase (%) serangan dilakukan secara mikroskopis, yaitu dengan melihat bentuh dan warna dari koloni cendawan yang tumbuh dari benih tersebut. Apabila kurang jelas dapat di lakukan pemgamatan secara mikroskopis.
c. Pengujian pada media pasir
Pengujian ini dapat memberikan informasi yang lebih mendekati pertumbuhan di lapangan, kanya saja di butuhkan waktu pengujian yang agak lama (± 2 minggu). Pada beberapa seed borne ada yang memerlukan masa inkubasi yang lama, sehingga metode blotter atau agar tidak dapat memberikan gambaran adanya patogen, untuk hal tersebut di gunakan metode lain yaitu dengan melihat gejala serangan pada kecambah.
Sebagai media di gunakan tanah, pasir atau batu bata yang sudah di sterilisasi. Metode ini mulai di perkenalkan dan di kembangkan sejak tahun 1971 di jerman oleh Hitner. Untuk melihat gejala serangan fusarium nivale pada gandum di mana adanya cendawan tersebut tidak terlihat pada saat pengujian daya berkecambah. Media yang di gunakan adalah batu bata yang di hancurkan di mana butirannya berukuran maksimum (3-4) mm. Lalu di basahi dengan air steril yang cukup hingga tidak memerlukan penyiraman selama masa inkubasi. Suhu yang di perlukan kadang-kadang rendah yaitu (10-12)0C untuk merangsang tumbuh cendawan tersebut. Dengan menggunakan teknik yang sama dapat oula memeriksa adanya gejala serangan septoria dan drechslera pada serealia, tapi suhu yangf di perlukan agak lebih tinggi yaitu 200C.
d. Pemeriksaan pertumbuhan tanaman atau growing plants
Pemeriksaan gejala penyakit terhadap pertumbuhan tanaman dari benih sering di lakukan sebagai prosedur untuk mengindentifikasi adanya bakteri, cendawan atau virus yang terbawa benih.
Benih yang di uji dapat di tabur atau inokulum yang di peroleh dapat di gunakan untuk menginfeksi tanaman yang sehat atau bagian tanaman. Tanaman harus di lindungi dari infeksi lain yang tidak di harapkan dan menjaga kondisi lungkungan.
D. Hasil pengujian
1. Hasil pengujian dinyatakan dalam persen berdasarkan jumlah benih yang terinfeksi.
2. Hasil pengujian dapat dinyatakan dengan jumlah inokulum yang terdapat pada sample benih yang diuji dengan perbandingan berat.
3. Inokulum yang ditemukan dituliskan namanya dalam bahasa / nama latin.
4. Pada hasil pengujian dicantumkan metode yang digunakan
5. Pada hasil pengujian dicantumkan perlakuan pada benih sebelum dilakukan pengujian.
6. Pada hasil pengujian dicantumkan jumlah benih yang diuji.
7. Jika dalam pengujian tidak dtemikan inokulum yang menginfeksi benih bukan berarti bahwa benih tersebut bebas dari inokulum. Metode uji yang digunakan sangat berpengaruh terhadap hasil uji, sehingga bila uji tersebut digunakan metode lain maka mungkin akan dapat ditemukan inokulumnya.
E. Perhitungan dan pelaporan
1. Perhitungan
Hasil pengujian dinyatakan dalam persentase jumlah benih yang terinfeksi atau jumlah spora / konidia cendawan pada jumlah benih yang diuji dengan rumus :
Jumlah benih yang terinfeksi
% infeksi = X 100 %
Jumlah benih yang ditabur
Pengecekan toleransi dapat dilakukan dalam rangka kegiatan tertentu (uji banding) untuk menghindari keragu – raguan akurasi hasil uji.
2. Pelaporan hasil
Dalam pelaporan selain dicantumkan nama latin patogen dan persentase ainfeksinya, juga dicantumkan metode pengujian yang digunakan (termasuk perlakuan pendahuluan yang dilaksanakan sebelum benih diinkubasi), jumlah benih atau bagian benih yang diuji/ diperiksa, serta waktu pengujian, jumlah contoh kirim, tanggal panen, pengujian daya berkecambah, perlakuan untuk mengatasi penyakit yang menyerang benih tersebut yang dapat diterapkan kepada lot benih yang bersangkutan.
Pada pengujian yang hasilnya negatif (tidak ada patogen), maka hasil harus dilaporkan dengan istilah seperti pada standar toleransi (misal : batas infeksi kurang dari 1 % pada prebabilitas 95 %). Standar toleransi tergantung pada jumlah total benih yang diuji, n dan 3/n (P = 0,95).
F. Catatan
Perkiraan penyebaran penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri melalui benih pada awalnya kurang diperhatikan, karena akibatnya masih belum begitu terasa.
1. Produksi benih dari berbagai komoditi sering dikonsentrasikan untuk kemudian digunakan diseluruh dunia yang memiliki kondisi ekologi dan ekonomis yang memungkinkan.
2. Diterbitkanya beberapa peraturan oleh European Economic Community (EEC) dan rekomendasi dari European Plant Protection Organization (EPPO).
Dalam kedua publikasi tersebut disebutkan bahwa banyak penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan virus yang disebarkan melalui benih pada beberapa spesies tanaman sehingga dalam sertifikasi juga perlu disebutkan macam patogen yang menginfeksi benih.
3. Patogen yang disebabkan oleh bakteri dan virus seringkali sukar dideteksi dilahan karena serangan virus sering tidak menunjukan gejala pada tanaman walau sebenarnya virus tersebut sudah menginfeksinya.
Gejala yang timbul akibat serangan virus sangat erat kaitanya dengan kondisi ekologi dan kultivar yang terserang. Benih yang diproduksi di negara yang belum maju seringkali kurang baik karena minimnya tenaga pengawas lapangan.
4. Meskipun tingkat serangan rendah. < 0,1 %, tetapi penyakit ini dapat tersebar lewat benih yang diproduksi.
5. Belum tersedia virosida untuk perawatan benih, sedangkan bakterisida tidak diizinkan untuk digunakan sebagai pestisida untuk tanaman karena digunakan untuk manusia. Jika yang terinfeksi hanya permukaan kulit benih maka perawatan benih dengan pemanasan masih efektif.
6. Sertifikat yang berlaku secara international didasarkan pada pengawasan di lapangan dan banyak patogen yang disebabkan oleh bakteri dan virus yang sukar dideteksi di lapangan.
BAB 3. KESIMPULAN
Meski uji kesehatan benih tidak dilakukan secara rutin dilembaga sertfikasi benih namun pengujian ini cukup sering dilakukan. Uji kesehatan benih dilakukan jika benih yang disertifikasi merupakan benih impor atau benih yang akan diekspor. Tujuannya adalah untuk mencegah masuknya atau menyebarnya patogen dari satu daerah kedaerah lain.
Dengan melakukan uji kesehatan benih, kita dapat mengetahui apakah benih-benih yang sampai akhir periode pengujian belum berkecambah sudah mati atau masih hidup. Serta dapat menduga secara cepat viabilitas benih, khususnya benih-benih yang masih dalam masa dormansi.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.madripanet.co.cc/uji kesehatan benih
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Malang. Fakultas Pertanian UNIBRAW
Tidak ada komentar:
Posting Komentar