Rabu, 01 Desember 2010

talk : KESEHATAN BENIH




I.TINJAUAN PUSTAKA

Benih dikatakan sehat kalau benih tersebut bebas dari pathogen, baik berupa bakteri, cendawan, virus maupun nematoda. Patogen adalah suatu kesatuan hidup yang dapat menyebabkan penyakit. Sedangkan patogenisitas adalah kemapuan relatif dari suatu patogen untuk menyebabkan penyakit. Penyakit yang ditimbulkannya kemungkinan dapat terjadi pada kecambah, tanaman muda ataupun tanaman yang telah dewasa.

Semua golongan patogen seperti cendawan, bakteri, virus, dan nematoda dapat terbawa oleh benih. Hal ini dapat terjadi karena benihnya telah terinfeksi atau kerena kontaminasi pada permukaan benih. Kebanyakan patogen yang terbawa benih menjadi aktif segera setelah benihdisebar atau disemaikan. Sebagai akibatnya benih menjadi busuk atau terjadi damping off sebelum atau sesudah benih berkecambah.

Benih dikatakan sakit apabila benih telah mengalami perubahan fisik (warna, ukuran, bentuk, aroma) dan mengalami gangguan fisiologis dibagian dalam jaringanbenih yang menyebabkan terganggunya fungsi benih sebagai bahan perbanyakan tanaman, yang disertai dengan menurunnya kualitas maupun kuantitas kecambah/bibit yang dihasilkan.
Kerugian-kerugian yang ditimbulkan jika menggunakan benih sakit sebagai alat perbanyakan tanaman
1.Menurunkan persentase benih berkecambah
2.Turunnya kualitas benih yang diakibatkan oleh kerusakan bentuk fisik dan warna benih
3.Jeleknya pertumbuhan bibit yang dihasilkan
4.Menurunkan produktivits panen baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Salah satu cara untuk memeriksa kesehatan benih adalah dengan teknik isolasi patogen dimana kegiatan ini bertujuan untuk menanamkan benih pada media yang telah ditentukan untuk mengetahui ada tidaknya mikroorganisme patogenik yang terbawa oleh benih (seed born). Isolasi dianggap berhasil jika tumbuh misellium di atas benih, dan miselium tersebut berasal dari spora patogen yang terdapat dalam benih (terbawa benih).

Metode yang bisa digunakan untuk isolasi patogen benih adalah metode inkubasi, yaitu benih ditumbuhkan selama waktu tertentu pada kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan patogen (biasanya selama 5-7 hari, suhu 20±2oC, kelembaban udara >70%).

Metode inkubasi dibagi 2, yaitu:

1.Metode kertas
Pemeriksaan jamur dengan metode ini paling banyak digunakan karena mudah dilaksanakan dengan biaya yang relatif murah. Hampir semua jamur yang terbawa benih dapat diuji dengan metode ini

2.Metode agar
Pada dasarnya metode ini sama dengan metode kertas, hanya medianya yang berbeda, yaitu dengan menggunakan media agar steril yaitu media PDA (Potato Dextrose Agar) Dibanding metode kertas, metode ini memberikan kondisi yang lebih memadai untuk tumbuhnya spora jamur/bakteri, tetapi memakan waktu dan biaya yang lebih banyak.

II.TUJUAN

Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat melakukan isolasi patogen benih dengan menggunakan alat yang tersedia sesuai dengan prosedur.

III.ALAT DAN BAHAN

a.Pengujian Kesehatan Benih dengan Metode Agar
•Cawan petri yang sudah diisi dengan media PDA steril
•Laminar air flow (ruang transper/ruang penanaman)
•Ruang inkubasi
•Plastik wrapping
•Pinset steril
•Contoh benih yang akan diuji yang sudah direndam Natrium (Sodium) hipochlorit (NaOCl2 1%) atau bayclin 1% selama 5 menit dan Air/aquades steril selama 5 menit
•Alkohol 70 %, 96 %
•Asam laktat 10% (untuk menghambat pertumbuhan bakteri)
•Jas lab dan masker
•Mikroskop stereo dan kompon
•Kaca obyek dan kaca penutup
•Jarum preparat

b.Pengujian Kesehatan Benih dengan Metode Kertas
•Cawan petri steril/bak pengecambahan
•Kertas yang digunakan bisa ketas merang/kertas stensil/kertas filter steril
•Tissue steril
•Pinset
•Plastik wrapping
•Ruang inkubasi
•Mikroskop
•Kaca obyek dan kaca penutup
•Jarum preparat/inokulasi
•Contoh benih yang akan diuji, yang telah direndam dengan larutan bayclin 1% selama 5 menit dan akuades selama 5 menit
•Aquades steril
•Alkohol 70 %

IV.PROSEDUR KERJA

a.Prosedur isolasi patogen dari benih dengan metode agar
1. Ambil contoh kerja benih sebanyak 10 butir, kemudian taruh dalam kain kasa, ikat agak kendor, selanjutnya rendam benih dalam larutan Bayclin atau NaOCl2 1 % selama 5 menit, kemudian angkat, cuci/direndam dengan akuades selama 5 menit dan tiriskan !.
2. Masukkan media agar PDA dalam cawan ± 5-6 mL (sampai media menutupi dasar cawan secara merata), secara aseptik dalam laminar air flow.
3. Taburkan benih yang telah ditiriskan tersebut secara aseptik pada media agar dalam cawan petri di laminar air flow (tiap cawan petri dapat diisi 10. Untuk mencegah kontaminasi antar benih, maka jarak antar benih satu dengan benih lain minimal 2 cm.
4. Inkubasikan benih yang telah ditabur pada media agar dalam cawan petri di suhu ruang
5. Setelah inkubasi selama 4-5hari, kemudian amati jamur yang tumbuh di sekitar benih
6. Amati miselium di bawah mikroskop

b. Prosedur isolasi patogen dari benih dengan metode kertas

1. Ambil 10 butir benih, selanjutnya benih taruh dalam kain kasa, ikat agak kendor, selanjutnya rendam benih dalam larutan desinfektan/bayclin 1 % selama 5 menit, dicuci/direndam dengan akuades steril selama 5 menit, lalu tiriskan
2. Ambil 3 lembar kertas filter steril dan celupkan dalam air/aquades steril (kelembaban ± 70 %), kemudian letakkan dalam cawan petri,
3. Taburkan benih yang akan diuji di atas cawan petri, jumlah benih dalam tiap cawan petri dapat 10. Untuk mencegah kontaminasi bagi benih lain, maka jarak antar benih minimal 2 cm.
4. Inkubasikan benih dalam cawan petri tersebut atau disimpan di suhu ruang
5. Setelah inkubasi selesai, amati jamur yang tumbuh di sekitar benih dan amati jenis jamur yang tumbuh di bawah mikroskop

VI.PEMBAHASAN

Dari hasi isolasi yang dilakukan terhadap benih jagung yang dilakukan pada media agar terlihat adanya beberapa benih jagung yang terinfeksi bakteri. Hal ini dibuktikan dengan adanya aliran lendir yang terlihat pada media agar. Lendir-lendir itu dikeluarkan oleh benih karena benih terserang bakteri.

Kemungkinan pertama benih jagung yang dikecambahkan terkena luka akibat terkena tusukan serangga atau karena benih pada waktu proses sortasi mengalami tumbukan dengan alat-alat sortasi atau akibat goresan yang ada pada benih sehingga bakteri dapat masuk dengan mudah.

Cendawan dapat tumbuh dengan baik ditempat penyimpanan yang memiliki tingkat kelembaban antara 62% sampai 94%. Persentase benih yang terinfeksi oleh cendawan dan bakteri diduga disebabkan oleh infeksi yang sudah terjadi pada saat benih disimpan ditingkat petani. Benih jagung sangat higrokopis atau mudah menyerap air dari udara sehingga kadar air biji akan meningkat selama penyimpanan.

Kemungkinan kedua akibat dari prosedur kerja yang tidak sesuai sehingga terjadi kecerobohan-kecerobohan yang mengakibatkan proses praktikum tidak steril.

VII. KESIMPULAN

Benih dikatakan sehat kalau benih tersebut bebas dari pathogen, baik berupa bakteri, cendawan, virus maupun nematoda. Patogen adalah suatu kesatuan hidup yang dapat menyebabkan penyakit. Sedangkan patogenisitas adalah kemapuan relatif dari suatu patogen untuk menyebabkan penyakit. Penyakit yang ditimbulkannya kemungkinan dapat terjadi pada kecambah, tanaman muda ataupun tanaman yang telah dewasa.

Dari hasi isolasi yang dilakukan terhadap benih jagung yang dilakukan pada media agar terlihat adanya beberapa benih jagung yang terinfeksi bakteri. Hal ini dibuktikan dengan adanya aliran lendir yang terlihat pada media agar. Lendir-lendir itu dikeluarkan oleh benih karena benih terserang bakteri.


DAFTAR PUSTAKA
o Sutopo, Lita. Teknologi benih. 2004. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
dari: http://hirupbagja.blogspot.com/2009/11/kesehatan-benih.html

about: UJI KESEHATAN BENIH

BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak jasad renik yang terbawa oleh benih bersifat fatogenetik. Penyakit yang ditimbulkan oleh jasad renik tersebut dapat menyerang benih, kecambah, tanaman muda maupun tanaman dewasa. Usaha tani harus menggunakan benih yang bebas dari jasad renik yang bersifat fatogenetik untuk mencegah atau mengurangi gangguan penyakit tersebut.
Di samping menjadi sumber infeksi bagi tanaman yang berasal dari benih itu sendiri, jasad renik patogen tersebut dapat sumber infeksi bagi tanaman disekitarnya, bahkan juga ke daerah lain. Menurut Sutopo (2002) pentingnya uji kesehatan benih dilakukan adalah karena penyakit pada benih dapat mengganggu perkecambahan dan pertumbuhan benih dengan demikian merugikan kualitas dan kuantitas hasil, benih dapat menjadi pengantar baik hama maupun penyakit ke daerah lain dimana hama dan penyakit itu tidak ada sebelumnya. Sehingga baik cendawan, bakteri, virus dan serangga (hama lapang dan gudang) yang semula dari infeksi yang terbawa oleh benih dapat merusak tanaman, dengan dilakukan uji kesehatan benih fatogen akan terdekteksi dan dapat mengurangi penyakit pada benih tersebut dan merupakan informasi tentang adanya suatu resiko.

B. Tujuan Uji Kesehatan Benih
Tujuan dari uji kesehatan benih antara lain :
1. Untuk mengetahui apakah dalam benih terdapat mikroorganisme yang bersifat fatogen.
2. Untuk mengetahui apakah pada benih terdapat nematoda.
3. Untuk mengetahui kesehatan benih secara fisiologis
4. Untuk membandingkan antar seed lot
5. Untuk menentukan jenis inokulum yang menginfeksi benih
6. Untuk mengevaluasi kesehatan benih sebelum disebarkan ke berbagai tempat untuk usaha tani.
7. Untuk mengevaluasi efek dari festisida yang dipakai untuk perawatan benih
8. Untuk mengevaluasi usaha pemberantasan penyakit yang disebabkan oleh benih di lapangan.
9. Untuk survei penyakit benih tingkat regional atau nasional guna mendeteksi penyebaranya.
10. Untuk tujuan karantina dalam rangka mencegah masuknya penyakit benih dan sekaligus mencegah terjadinya penyebaran penyakit benih tersebut.

BAB 2. PENGUJIAN KESEHATAN BENIH
A. Definisi
1. Kesehatan benih
Kesehatan benih terutama ditandai oleh ada tidaknya penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti cendawan, bakteri, virus dan penyakit yang disebabkan oleh hewan seperti cacing dan serangga, atau secara fisiologis karena adanya kekurangan unsur mikro.
2. Pengujian pendahuluan
Pengujian yang hanya dapat memberikan penilaian yang menentukan.
3. Patogen benih
Semua patogen tanaman dapat terbawa oleh benih karena benih dapat terinfeksi patogen baik hetika masih di tanaman induk, terkontaminasi pada waktu diproses maupun didalam rantai pemasaran. Patogen yang menginfeksi benih dapat menyebabkan benih menjadi :
a. Berubah secara fisik dan kimiawi
b. Berkecambah secara abnormal
c. Tidak dapat berkecambah
d. Kecambahnya tidak mampu muncul kepermukaan lahan
e. Hasil pengujian viabilitas kecambahnya jadi terpengaruh.
4. Jasad renik yang terbawa oleh benih dapat diklasifikasikan kedalam beberapa golongan yaitu :
a. Cendawan
Merupakan jasad renik yang paling banyak terbawa dan menginfeksi benih.
b. Bakteri
Bakteri yang menginfeksi benih biasanya sangat tahan terhadap kekeringan. Bakteri ini terdapat pada bagian hilum atau pada bercak – bercak yang di permukaan kulit benih. Bakteri yang ditularkan melalui benih adalah tergolong dalam genis Cory-nebacterium, Pseudomonas, dan Xanthomonas.

c. Virus
Virus yang menginfeksi benih biasanya ditularkan oleh tanaman induk. Dengan demikian virus tersebut terdapat dalam jaringan benih. Meskipun demikian seringkali pula tedapat virus yang terdapat pada permukaan benih.
d. Nematoda
Nematoda tercampur ke dalam benih bersama – sama dengan kotoran yang ikut terbawa pada waktu benih tersebut menjalani prosesing.
5. Patogen yang menginfeksi benih dapat diidentifikasi sebagai berikut :
a. Seed bornediseases ialah inokulum yang terdapat pada benih dan ditularkan oleh tanaman induk.
b. Seed transmitted diseases ialah inokulum yang terdapat pada benih dan ditularkan ke tanaman lain di lahan.
c. Seed contamination diseases ialah inokulum yang terdapat pada benih yang berasal bukan dari tanaman induk.
d. Benih yang berasal dari tanaman induk yang mengalami defisiensi unsur hara digolongkan sebagai benih yang tidak sehat secara fisiologis.
6. Yang dimaksud dengan inokulum adalan bahan yang mengandung atau bagian dari bibit penyakit yang dapat ditularkan dapat berupa cendawan, bakteri, virus dan nematoda.
7. Benih yang pada waktu diuji terserang penyakit, tetapi diyakini bahwa inokulum yang menyerangnya tidak berasal dari benih itu maka benih tersebut dikatan sehat.
8. Pretreatment adalah setiap perlakuan baik secara fisik atau kimiawi terhadap working sample agar proses inkubasi berhasil.
9. Inkubasi adalah mengkondisikan benih dengan keadaan tertentu sehingga memungkinkan patogen berkembang atau tampak gejala seranganya. Waktu antara meletakan benih di dalam agar, kertas blotter atau sebagainya, sampai dengan saat tercatat adanya infeksi atau keadaan kesehatan benih tersebut disebut masa inkubasi.
10. Sumber inokulum
Tempat patogen untuk mempertahankan diri selama tidak ada tanaman inang. Sumber inokulum primer misalnya biji benih, sisa – sisa tanaman dan tanah.

B. Prinsip
1. Pengujian kesehatan dapat dilakukan atas permintaan dari pengirim benih / pelanggan.
2. Pengujian hanya dilakukan untuk mendeteksi mikroorganisme tertentu atau penyakit fisiologis tertentu.
3. Estimasi jumlah benih yang terserangdilaksanakan sebaik mungkin sesuai dengan ketelitian yang dimungkinkan oleh metode yang digunakan.
4. Apabila contoh kirim telah mendapat perlakuan (seed treatment) dengan pestisida atau perawatan lain, maka pengirim harus menyebutkanya, karena hal ini mungkin akan mempengaruhi determinasi dan evaluasi pengujian kesehatan benih.
5. Pengujian kesehatan benih harus dilakukan dengan menggunakan metode dan alat yang sudah dipastikan kelayakanya untuk digunakan.
6. Metode yang digunakan tergantung pada jenis patogen atau kondisi yang akan diamati, jenis benih dan tujuan pengujian.

C. Prosedur
1. Contoh kerja
Pada pengujian kesehatan, benih working sample diambil dari hasil pengujian kemirnian benih.
Contoh kerja dapat terdiri dari seluruh contoh kirim atau hanya sebagian saja tergantung dari metode yang digunakan. Contoh kirim yang diperlukan sama dengan berat contoh kirim untukpengujian rutin, kecuali hal – hal khusus. Contoh benih harus dikemas dan dikirimkan dalam keadaan yang tidak memungkinkan terjadinya perubahan status kesehatan benih. Pada umumnya contoh kerja (benih yang diuji) minimal 400 butir, yang terdiri dari beberapa ulangan tergantung metode dan kebijaksanaan masing – masing laboratorium. Variasi diantara ulangan biasanya lebih besar dibanding variasi dalam pengujian daya berkecambah. Karena mikroplora yang ada dalam benih dapat berubah selama penyimpanan (walaupun didalam kondisi yang mendukung viabilitas benih), maka pemilihan kondisi penyimpanan harus sesuai yaitu suhu dan tempat penyimpanannya optimal sehingga integritas contoh terjaga, bila dalam pengujian terjadi perkembangan cendawan penyimpanan yang berlebihan, maka hal ini dapat menunjukan kualitas benih tersebut buruk. Hal ini dapat disebabkan oleh penanganan saat panen, prosesing, penyimpanan atau saat penuaan (ageing). Dalam hal ini benih perlu diberikan perlakuan pendahuluan.

2. Metode pengujian
Patogen yang terdapat pada benih memerlukan keadaan lingkungan yang berbeda agar dapat tumbuh dan menghasilkan spora. Oleh sebab itu kondisi lingkungan pada waktu pengujian kesehatan benih harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat merangsang pertumbuhan patogen. Hal sangat penting agar patogen tersebut dapat diidentifikasi, terutama patogen yang terdapat dalam benih. Berbagai metode pengujian yang telah ada, mempunyai kepekaan dan kemungkinan untuk diulang dengan metode yang berbeda. Disam[ing itu memerlukan latihan dan macam peralatan yang berbeda pula. Metode yang digunakan / dipilih tergantung dari jenis patogen atau keadaan yang akan diselidiki, jenis benih tanaman dan maksud dari pengujian. Pemilihan metode yang tepat serta evaluasi hasil, memerlukan pengetahuan dan pengalaman.
Pada pengujian kesehatan benih terdapat beberapa metode dasar yaitu :



a. Metode tanpa inkubasi
1) Metode pengamatan langsung terhadap benih tanpa bantuan peralatan atau dengan menggunakan bantuan kaca pembesar (lup) dan dapat juga dibawah mikroskop stereo.
2) Pengujian dengan perendaman benih
3) Pengamatan terhadap suspensi dari pencucian benih. Pengamatan ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop.

b. Metode setelah inkubasi
Hasil pengujian ini tidak memberikan indikasi viabilitas patogen. Jarak antar tiap – tap benih dibuat sedemikian rupa hingga tidak saling bersinggungan satu sama lain. Kemudian petridis tersebut dismpan pada suatu ruangan/ lemari khusus selama masa inkubasi. Pada umumnya masa inkubasi adalah 7-8 hari pada suhu (20 ±2)ºC kecuali pada benih tanaman tropika diprlukan suhu (28 ± 2) ºC. Dapat juga dilakukan dengan cara benih yang telah ditabur (khususnya pada metode blotter) benih diinkubasi pada kondisi ruang pada 24 jam pertama, kemudian benih diinkubasi pada suhu - 20 ºC pada 24 jam berikutnya. Setelah itu benih diinkubasi suhu ruang sampai pengamatan. Untuk merangsang sporulasi cendawan sebaiknya tempat inkubasi dilengkapi dengan lampu NUV dan secara bergantian diatur terang gelap masing – masing 12 jam. Setelah masa inkubasi selesai benih diperiksa dengan menggunakan mikroskop stereo dengan pembesaran 50 – 60 kali. Benih yang sangat mudah terkena kontaminasi dengan saprofit perlu diberikan perlakuan dengan larutan chlorine (1 - 2)% sebelum diuji.
Pengamatan terhadap benih atau kecambah benih setelah waktu inkubasi dapat dilakukan dengan metode :
a. Metode blotter
Metode kertas blotter dapat digunakan untuk memeriksa kesehatan benih. Patogen yang dapat diketahui dengan metode ini adalah ari negara Alternaria, Ascochyta, Botrytis, Colletotrichum, Drecslera, Fusarium dan Phoma. Dengan melihat gejala penyakit dan miselium yang terbentuk kadang – kadang dapat digunakan untuk membedakan jenis tanaman dari cendawan tersebut. Metode inti mengidentifikasi cendawan patogen dengam cepat dan tepat karena setiap jenis tanaman menunjukan karakteristik masing – masing seperti bentuk dan aturan dan spesifik dari konodiospora dan sebagainya.
b. Metode agar
Di banding metode blotter metode ini memberikan kondisi yang lebih memasiai untuk tumbuhnya sporulusai atau gejala adanya serangan penyakit. Sejumlah benih di letakan pada media agar di dalam petridish. Media agar yang umum di gunakan adalah malt ekstract dan potato dextract. Untuk mencegah kontaminasi dengan jasad saprofit maka benih didisinfektan dahulu, sebelum di tempatkan pada media agar. Masa inkubasi adalah 5-7 hari pada suhu (20±2)0C. Tempat inkubasi juga di lengkapi dengan lampu NUV dan diatur gelap dan terang masing-masing 12 jam. Pengamatan presentase (%) serangan dilakukan secara mikroskopis, yaitu dengan melihat bentuh dan warna dari koloni cendawan yang tumbuh dari benih tersebut. Apabila kurang jelas dapat di lakukan pemgamatan secara mikroskopis.
c. Pengujian pada media pasir
Pengujian ini dapat memberikan informasi yang lebih mendekati pertumbuhan di lapangan, kanya saja di butuhkan waktu pengujian yang agak lama (± 2 minggu). Pada beberapa seed borne ada yang memerlukan masa inkubasi yang lama, sehingga metode blotter atau agar tidak dapat memberikan gambaran adanya patogen, untuk hal tersebut di gunakan metode lain yaitu dengan melihat gejala serangan pada kecambah.
Sebagai media di gunakan tanah, pasir atau batu bata yang sudah di sterilisasi. Metode ini mulai di perkenalkan dan di kembangkan sejak tahun 1971 di jerman oleh Hitner. Untuk melihat gejala serangan fusarium nivale pada gandum di mana adanya cendawan tersebut tidak terlihat pada saat pengujian daya berkecambah. Media yang di gunakan adalah batu bata yang di hancurkan di mana butirannya berukuran maksimum (3-4) mm. Lalu di basahi dengan air steril yang cukup hingga tidak memerlukan penyiraman selama masa inkubasi. Suhu yang di perlukan kadang-kadang rendah yaitu (10-12)0C untuk merangsang tumbuh cendawan tersebut. Dengan menggunakan teknik yang sama dapat oula memeriksa adanya gejala serangan septoria dan drechslera pada serealia, tapi suhu yangf di perlukan agak lebih tinggi yaitu 200C.
d. Pemeriksaan pertumbuhan tanaman atau growing plants
Pemeriksaan gejala penyakit terhadap pertumbuhan tanaman dari benih sering di lakukan sebagai prosedur untuk mengindentifikasi adanya bakteri, cendawan atau virus yang terbawa benih.
Benih yang di uji dapat di tabur atau inokulum yang di peroleh dapat di gunakan untuk menginfeksi tanaman yang sehat atau bagian tanaman. Tanaman harus di lindungi dari infeksi lain yang tidak di harapkan dan menjaga kondisi lungkungan.

D. Hasil pengujian
1. Hasil pengujian dinyatakan dalam persen berdasarkan jumlah benih yang terinfeksi.
2. Hasil pengujian dapat dinyatakan dengan jumlah inokulum yang terdapat pada sample benih yang diuji dengan perbandingan berat.
3. Inokulum yang ditemukan dituliskan namanya dalam bahasa / nama latin.
4. Pada hasil pengujian dicantumkan metode yang digunakan
5. Pada hasil pengujian dicantumkan perlakuan pada benih sebelum dilakukan pengujian.
6. Pada hasil pengujian dicantumkan jumlah benih yang diuji.
7. Jika dalam pengujian tidak dtemikan inokulum yang menginfeksi benih bukan berarti bahwa benih tersebut bebas dari inokulum. Metode uji yang digunakan sangat berpengaruh terhadap hasil uji, sehingga bila uji tersebut digunakan metode lain maka mungkin akan dapat ditemukan inokulumnya.

E. Perhitungan dan pelaporan
1. Perhitungan
Hasil pengujian dinyatakan dalam persentase jumlah benih yang terinfeksi atau jumlah spora / konidia cendawan pada jumlah benih yang diuji dengan rumus :
Jumlah benih yang terinfeksi
% infeksi = X 100 %
Jumlah benih yang ditabur
Pengecekan toleransi dapat dilakukan dalam rangka kegiatan tertentu (uji banding) untuk menghindari keragu – raguan akurasi hasil uji.
2. Pelaporan hasil
Dalam pelaporan selain dicantumkan nama latin patogen dan persentase ainfeksinya, juga dicantumkan metode pengujian yang digunakan (termasuk perlakuan pendahuluan yang dilaksanakan sebelum benih diinkubasi), jumlah benih atau bagian benih yang diuji/ diperiksa, serta waktu pengujian, jumlah contoh kirim, tanggal panen, pengujian daya berkecambah, perlakuan untuk mengatasi penyakit yang menyerang benih tersebut yang dapat diterapkan kepada lot benih yang bersangkutan.
Pada pengujian yang hasilnya negatif (tidak ada patogen), maka hasil harus dilaporkan dengan istilah seperti pada standar toleransi (misal : batas infeksi kurang dari 1 % pada prebabilitas 95 %). Standar toleransi tergantung pada jumlah total benih yang diuji, n dan 3/n (P = 0,95).

F. Catatan
Perkiraan penyebaran penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri melalui benih pada awalnya kurang diperhatikan, karena akibatnya masih belum begitu terasa.
1. Produksi benih dari berbagai komoditi sering dikonsentrasikan untuk kemudian digunakan diseluruh dunia yang memiliki kondisi ekologi dan ekonomis yang memungkinkan.
2. Diterbitkanya beberapa peraturan oleh European Economic Community (EEC) dan rekomendasi dari European Plant Protection Organization (EPPO).
Dalam kedua publikasi tersebut disebutkan bahwa banyak penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan virus yang disebarkan melalui benih pada beberapa spesies tanaman sehingga dalam sertifikasi juga perlu disebutkan macam patogen yang menginfeksi benih.
3. Patogen yang disebabkan oleh bakteri dan virus seringkali sukar dideteksi dilahan karena serangan virus sering tidak menunjukan gejala pada tanaman walau sebenarnya virus tersebut sudah menginfeksinya.
Gejala yang timbul akibat serangan virus sangat erat kaitanya dengan kondisi ekologi dan kultivar yang terserang. Benih yang diproduksi di negara yang belum maju seringkali kurang baik karena minimnya tenaga pengawas lapangan.
4. Meskipun tingkat serangan rendah. < 0,1 %, tetapi penyakit ini dapat tersebar lewat benih yang diproduksi.
5. Belum tersedia virosida untuk perawatan benih, sedangkan bakterisida tidak diizinkan untuk digunakan sebagai pestisida untuk tanaman karena digunakan untuk manusia. Jika yang terinfeksi hanya permukaan kulit benih maka perawatan benih dengan pemanasan masih efektif.
6. Sertifikat yang berlaku secara international didasarkan pada pengawasan di lapangan dan banyak patogen yang disebabkan oleh bakteri dan virus yang sukar dideteksi di lapangan.



BAB 3. KESIMPULAN
Meski uji kesehatan benih tidak dilakukan secara rutin dilembaga sertfikasi benih namun pengujian ini cukup sering dilakukan. Uji kesehatan benih dilakukan jika benih yang disertifikasi merupakan benih impor atau benih yang akan diekspor. Tujuannya adalah untuk mencegah masuknya atau menyebarnya patogen dari satu daerah kedaerah lain.
Dengan melakukan uji kesehatan benih, kita dapat mengetahui apakah benih-benih yang sampai akhir periode pengujian belum berkecambah sudah mati atau masih hidup. Serta dapat menduga secara cepat viabilitas benih, khususnya benih-benih yang masih dalam masa dormansi.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.madripanet.co.cc/uji kesehatan benih
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Malang. Fakultas Pertanian UNIBRAW

Selasa, 10 Agustus 2010

Petani Kalah Dalam Taruhan Padi Hibrida



Kurang dari dua tahun lalu pemerintah pusat Indonesia meluncurkan program padi hibrida. Rencananya adalah untuk mengubah lebih dari 135,000 ha lahan padi primer ke produksi padi hibrida dengan menawarkan benih gratis kepada petani, dimana pemerintah sendiri membelinya dari perusahaan benih swasta. Bagi petani Indonesia ceritanya berbeda. Bulan October 2007, musim pertama penanaman padi hibrida digalakkan, para petani yang tergabung dalam rencana tersebut mengalami berbagai masalah serius, bahkan mengalami gagal panen. Beberapa membakar lahan mereka sebagai tanda kekecewaan.

“Kita seperti dalam taruhan pemerintah dalam ujicoba varietas ini,” ucap seorang petani dari desa Dusun Karang Duwet, sekitar 25 km arah selatan Yogyakarta, Jawa Tengah.

Pada 2008, pemerintah memperluas jangkauang programnya dan perusahaan benih memacu produksinya. Bulan July di tahun yang sama, GRAIN dan Biotani bertemu beberapa kelompok petani lokal dan peneliti di Jawa Tengah untuk melihat bagaimana petani mengerjakan lahannya menggunakan benih padi hibrida. Seperti yang kami takutkan sebelumnya, banyak kejadian tak terduga dialami petani menggunakan benih hibrida dengan akibat yang memprihatinkan.

Salah satu cara pemerintah memperkenalkan padi hibrida adalah melalui Sekolah Lapang –sekolah lapangan bagi petani yang dikembangkan beberapa tahun lalu untuk membantu praktek penganganan hama terpadu dan memberikan pengetahuan dan inovasi bagi petani di pedesaan. Dari 36 petani, seorang petani dari perkumpulan Samben (Desa Argomulyo, Sedayu) di sekolah ini diminta oleh pejabat lokal untuk menyerahkan sukarela lahannya untuk ujicoba padi hibrida. Pemerintah menawari mereka benih gratis untuk ujicoba dari varietas yang bernama Intani-2, yang dijual oleh PT Bisi, anak perusahaan multinasional Thailand Charoen Pokphand. Tergoda oleh tawaran benih gratis dan janji perusahaan bahwa varietas in akan menghasilkan 13 ton/ha, petani tersebut setuju untuk menyerahkan 5 ha dari total 16 ha digunakan sekolah sebagai bahan percobaan.

Di bulan Juli, kita berbincang dengan Jakiman, kepala sekolah lapangan petani. Saat itu, ia mengatakan bahwa tanaman berkembang dengan baik dan sejauh ini hanya sedikit masalah pada hama dan penyakit tanaman. Masa panen, bagaimanapun juga, berbuah kekecewaan. Menurut Jakiman, hasil panen menghasilkan 9.6 ton/ha. Selain itu hanya mengalami kerusakan pada batang tanaman, serangan hama dan penyakit memang rendah pada musim itu dan terdapat kesepahaman di kalangan petani lokal bahwa padi hibrida justru mudah terkena hama dan penyakit. Para petani juga terusik kala tidak bisa menyimpan benih padi hibrida dan tingginya biaya benih Intani-2 –50,000 Rp/kg dibanding 6,000 Rp/kg untuk benih biasa IR-64. Percobaan yang disubsidi tersebut tidak meyakinkan mereka meneruskan menanam dengan padi hibrida. Musim tanam selanjutnya mereka akan kembali ke IR-64.

Lahan tanam lainnya di luar Yogyakarta, kami bertemu petani yang menanam varietas benih padi hibrida Pioneer/DuPont untuk 1.5 ha, di dusun kecil Mingas Baru, Kabupaten Klaten. Lahannya rusak parah. Ini adalah tahun pertamanya ia menanam padi hibrida dan ia berujar benihnya rusak oleh hama dan penyakit, walaupun begitu ia dipaksa untuk menanam beberapa kembali di sebagian lahannya dan mengeluarkan banyak lagi untuk membeli benih. Masalah utamanya adalah serangga hitam. Ia mencoba menggunakan insektisida Furadan melawannya, dan ketika tidak mempan ia mencoba pestisida yang lebih mahal lagi. Namun tidak mempan juga.

Ia mengatakan bahwa perusahaan memberitahukannya ia dapat menghasilkan antara 13-15 ton/ha –dua kali lipat penghasilan normalnya. Inilah mengapa ia lantas membelinya, bahkan untuk harga 45,000 Rp/kg. Hal ini merupakan kejadian pertama selama 12 tahun sejak ia mengalami masalah hama dan penyakit. Pertama kali juga ia mengalami gagal panen. Ia beralasan, ini adalah terakhir kalinya ia menanam padi hibrida.

Laporan kegagalan padi hibrida juga datang dari penjuru ain negeri ini. Abdullah Kamil adalah seorang pengatur kelompok yang telah bekerja dengan komunitas Kabupaten Kediri dan Nganjuk di jawa Timur sejak awal 1990-an, tepat sejak ia mengerjakan bergerilya bawah tanah demi menjatuhkan Suharto. Ia berkata bahwa petani di kedua kebupaten itu mulai menanam benih padi hibrida. Selama musim terakhir, mulai Januari dan berakhir April, 4,000 ha telah ditanam padi hibrida di Kediri dan 6,000 ha ditanam di Nganjuk. Benih tersebut diberikan gratis kepada petani, baik melalui perpanjangan program pemerintah atau oleh kandidat dari partai politik yang bersaing di pemilihan Bupati Mei lalu. 40 persen panen padi hibrida gagal dan padinya menjadi ringan dan agak masak, seperti dimasak di “air mendidih”—terlihat seperti kapur dan pecah-pecah.

Kegagalan padi hibrida bukanlah kejutan buat peneliti padi terkemuka Indonesia, Prof. Dr. Kasumbogo Untung, entemologis Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta yang sedang membangun pengembangan sekolah lapangan petani. Ia menjelaskan bahwa ia dan rekan-rekannya telah familiar dengan masalah padi hibrida, terkhusus masalah mudah terkenanya hama dan penyakit. Kenyataannya, lanjutnya, ia sering menggunakan padi hibrida karena hanya varietas itu yang dapat memberikan contoh langsung tentang hama dan penyakit kepada mahasiswa, yang di Indonesia, hanya terlihat dalam teks-teks buku. Sekarang ia mencemaskan produksi skala besar dari padi hibrida akan membawa kebangkitan hama, seperti hama belalang. Dr. Kasumbogo sangat menyesalkan pemerintah mempromosikan padi hibrida yang justru berakibat terbalik dengan sistem pengendalian hama terpadu mereka dan menambah ongkos bagi petani untuk meningkatkan penggunaan pestisida dan pupuk kimia.

“Padi hibrida itu varietas mewah yang butuh perhatian lebih dari merawat bayi,” kata Dr. Kasumbogo.

Salah satu perhatian Dr. Kasumbogo’s adalah penekanan padi hibrida justru terjadi di dasari pelajaran sekolah lapangan petani. Sekolah seperti ini seharusnya menggunakan pendekatan bawah-atas dengan membagi pengalaman benih dan pengetahuan lokal petani untuk meningkatkan pertanian mereka. Dengan penetrasi padi hibrid, pemerintah menggunakan insentif dan bahkan anjuran langsung bagi petani menanam padi hibrida yang dipromosikan perusahaan benih swasta. Ini adalah proses atas-bawah, proses yang tidak menguatkan petani.

Sementara itu di Jawa Tengah, kami bertemu NGO lokal yang membantu petani bergerak menjauhi skema padi hibrida. Sekretariat Pelayanan Tani-Nelayan (SPTN) bekerja dengan sekitar 2,000 petani yang tergabung di pertanian organik (non-sertifikasi). Salah satu petani di kelompok itu adalah Sri Rejki, tinggal di Desa Kanoman. Sri Rejki hanya menanam varietas lokal dan mengikuti praktek penanaman organik. Mereka berhasil meyakinkan banyak petani lain kembali menanam varietas lokal. Sebelum kunjungan kami, beberapa pejabat lokal mengadakan pertemuan malam dan mengajukan mereka untuk mendedikasikan 30 ha lahan mereka (pada dasarnya semuanya) sebagai lahan ujicoba varietas hibrida, yang disebut Supertoy HL-2, dengan penyediaan gratis dari pemerintah. Para petani tidak tertarik dengan tawaran itu, dan itu hal baik juga. Kelompok tetangga yang beranggota lebih dari 400 petani yang mengambil tawaran itu menderita gagal panen. Hanya setelah memprotes dan mengancam untuk menggugat, perusahaan akhirnya setuju membayar ganti rugi kerugian petani.

Petani Sri Rejki memperlihatkan contoh kuat bagaimana petani dapat mengorganisir dirinya sendiri untuk meningkatkan kebutuhan hidupnya. Namun akan bertambah sulit bagi petani seluruh Indonesia untuk melepaskan diri dari perangkap yang ditabur pemerintah dan perusahaan benih swasta, yang kadang berujung kongkalikong.

(Untuk analisis yang lebih detail mengenai promosi pemerintah Indonesia terhadap padi hibrida, lihat Hybrid Rice, Indonesia: State subsidising corporates, oleh Riza Tjahjadi.)

oleh Biotani and GRAIN
http://www.grain.org/hybridrice/?lid=213


.

Pemerintah Dorong Penggunaan Benih Hibrida Bagi Petani



Demi peningkatan kualitas dan kuantitas produksi padi terkait dengan pencapaian target kebutuhan pangan nasional, pemerintah terus mendorong penggunaan benih padi hibrida oleh petani. Hal tersebut disampaikan Sekretaris Menteri Pertanian Baran Wirawan dalam acara Panen Raya Padi Hibrida Bernas di Seputih Raman, Lampung Tengah, Provinsi Lampung, Jumat (26/3). Dikatakannya bahwa, pihaknya akan terus dorong produktivitas hibrida untuk penuhi kebutuhan pangan nasional, dengan perluasan produksi benih padi hibrida. Menurut dia, hasil produksi padi dari benih hibrida lebih tinggi 15 persen dari padi hasil dari cara umum. Apabila penggunaan lahan untuk produksi padi dari benih hibrida semakin luas, maka jumlah padi yang dihasilkan semakin tinggi. Tercatat sudah 300 ribu hektare lahan yang dijadikan lokasi produksi benih hibrida menjadi padi.

Direktur PT Sumber Alam Sutera (SAS) Widya Heka A Hertanto menyatakan, produksi benih padi hibrida dalam skala luas baru dimulai tahun 2008. Menurutnya, pada musim kemarau mendatang, pihaknya akan memproduksi benih di lahan seluas 1.500 hektare dengan harapan akan menghasilkan benih padi hibrida sebanyak 3.000 ton untuk memenuhi kebutuhan pertanaman musim hujan mendatang. Berdasarkan data Integrated Hybrid Center (IHC), sebuah tempat penelitian hibrida milik PT SAS di Trimurjo, Lampung Tengah menyebutkan potensi hasil produksi satu hektare benih hibrida mencapai 8-12 ton padi. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan proses produksi dari benih biasa yang hanya sekitar 4-7 ton padi per hektare. Kebutuhan benih hibrida untuk produksi padi dalam satu hektare hanya 15 kilogram. Lebih sedikit ketimbang benih biasa yang membutuhkan 35 kilogram.

Suryo Saputro (suryo@wartaekonomi.com)
http://www.wartaekonomi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=4501:pemerintah-dorong-penggunaan-benih-hibrida-bagi-petani-&catid=53:aumum


.

Padi Hibrida - Alternatif atau Masalah ?



Kira-kira lima tahun terakhir ini, padi hibrida telah masuk sebagai varian introduksi padi di Indonesia. China adalah negara pertama yang memasukkan padi rekayasa genetik itu. Hasilnya ? Luar biasa, dari rata-rata produktifitas padi konvensional di Gorontalo sebesar 6-7 ton/ha, seorang petani maju telah mengusahakan padi hibrida dengan rata-rata produksi 12-14 ton/ha (2006-2007).

Padi hibrida merupakan hasil persilangan dari dua induk (genetically-fixed varieties) yang mampu menunjukkan sifat superior (efek heterosis), terutama potensi hasilnya. Akan tetapi efek heterosis ini akan hilang pada generasi berikutnya. Oleh sebab itu, benih yang dihasilkan padi hibrida tidak dapat digunakan sebagai benih untuk musim tanam berikutnya. Hal ini menyebabkan bisnis benih hibrida menjadi menarik, karena petani akan tergantung pada pasokan benih dari produsennya.
Padi merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri (self-pollinated) dimana serbuk sari dan ovarium dihasilkan pada bunga yang sama. Oleh sebab itu, diperlukan tanaman jantan-steril sebagai salah satu induk agar proses hibridisasi dapat berlangsung sempurna. Pengembangan padi hibrida dimulai sekitar tahun 1970, saat ditemukan tanaman jantan steril dari populasi padi liar (Oryza sativa f. Spontanea) di Hainan, Cina. Padi liar ini disebut sebagai wild rice with abortive pollen atau disingkat padi WA. Padi WA ini disilang dengan padi lain untuk menghasilkan jantan steril yang disebut sebagai galur maintainer.

Melalui proses persilangan yang diulang terus menerus (backcross) dengan induk dari galur maintainer ini diperoleh tanaman padi dengan karakter jantan steril yang stabil, yang disebut galur padi cytoplasmic male sterile atau disingkat CMS. Tanaman padi CMS ini digunakan sebagai salah satu induk untuk menghasilkan padi hibrida. Induk lainnya disebut sebagai galur restorer yang berfungsi memulihkan fertilitas galur CMS setelah disilangkan. Benih yang dihasilkan merupakan benih hibrida F1 yang mempunyai sifat superior (daya hasil tinggi), tetapi potensi hasil ini tidak dapat diturunkan ke generasi berikutnya (F2 dan seterusnya). (ref : PADI HIBRIDA: Apakah ini jawabnya)

Tanaman hibrida dibuat untuk menghasilkan tanaman yang unggul, terutama produksi dan kualitasnya. Akan tetapi, dalam beberapa kasus juga dihadapkan pada beberapa masalah. Masalah yang dijumpai diantaranya adalah : 1. Ketergantungan petani terhadap benih produksi perusahaan besar yang tentunya mahal harganya (menjadi kendala utama). 2. Padi hibrida (seperti juga tanaman hibrida lainnya) membutuhkan pupuk yang lebih banyak. 3. Pada beberapa kasus, padi hibrida lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit sehingga membutuhkan pestisida yang lebih banyak. 4. Mutu beras yang dihasilkan sampai saat ini belum sebaik mutu beras varietas unggul lokal (seperti ciherang, ciliwung, dsb.)

Dari ketiga masalah tersebut, jelas bahwa petani membutuhkan modal produksi yang lebih besar. Di negara penghasil benih padi hibrida utama (China), petani padi hibrida membutuhkan pupuk sebesar 43% lebih banyak dan pestisida sebesar 31% lebih banyak dari biasanya.

Padi hibrida dan pencapaian ketahan pangan

Walaupun masih banyak masalah di tingkat lapangan, pemerintah melalui Departemen Pertanian (khususnya Badan Litbang Pertanian), secara intensif terus mengembangkan padi hibrida melalui program Uji Multi Lokasi (UML) bekerjasama dengan PT. Dupont Indonesia (ref : Pengembangan Padi Hibrida) terhadap 14 galur calon hibrida (Mei 2009).Untuk ini, PT. Dupont telah menganggarkan dana sebesar $200,000 dan sementara itu PT. Dupont juga telah berhasil mengembangkan perbenihan hibrida Maro seluas 133,8 ha dengan hasil benih 2,7 ton dan menyerahkan royalti kepada BB Padi sebesar 4,7 milyar.

Saat ini, selain PT. Dupont, perusahaan lain, baik dalam negeri maupun luar negeri, bersaing dalam mengembangkan padi hibrida di Indonesia. BB Padi juga telah memberikan lisensi varietas padi ke perusahaan swasta lainnya. Misalnya, varietas Rokan dengan PT SAS (Sumber Alam Sejahtera) dan Hipa3 dengan PT Syngenta.

Nampaknya pemerintah cukup serius dalam mengembangkan padi hibrida ini, dimana pengembangan produktifitas (intensifikasi) tidak bisa ditawar lagi pada saat perluasan areal sudah mencapai titik kulminasi seiring dengan berkurangnya lahan produktif di Jawa. Pencapaian ketahanan pangan dari komoditas utama padi hanya dapat dicapai dan dipertahankan dengan meningkatkan produktifitas.

Apakah padi hibrida menjadi satu-satunya pilihan dalam program ketahanan pangan ?

Padi hibrida memang terbukti telah dapat menjanjikan produksi yang sangat tinggi. Di beberapa tempat pengembangan, rata-rata hasil yang diperoleh tidak kurang dari 12 ton/ha, suatu hasil yang sangat sulit dicapai dalam budidaya padi konvensional. Akan tetapi, beberapa kekurangan seperti yang dibahas di atas merupakan hal yang cukup serius untuk diperhatikan. Ongkos produksi yang tinggi dapat mempengaruhi animo petani untuk memakai padi hibrida, disamping itu kualitas beras yang rendah juga menurunkan harga dan mungkin juga kehilangan hasil yang cukup signifikan. Pada tingkat petani, resiko kegagalan budidaya padi hibrida juga lebih tinggi (baca : Hasil Analisis Ekonomi, Padi Hibrida Jauh Lebih Berisiko dan Benih Padi Hibrida Bantuan Tak Bisa Tumbuh).

Mengingat beberapa kasus di atas, pertanyaan selanjutnya apakah pengembangan padi hibrida merupakan pilihan utama. Mari kita tengok pengembangan budidaya padi dengan menggunakan metoda SRI (System of Rice Intensification) dan Jajar Legowo.

Sejak diperkenalkan tahun 1997 di Indonesia, metode SRI tidak berkembang seperti yang diharapkan oleh perintisnya Prof. Dr Norman Uphoff. Walaupun banyak hasil yang memuaskan, metode SRI berkembang secara lambat. Dalam beberapa aplikasi di lapangan, metode SRI mampu mendongkrak produktifitas beberapa varietas yang biasa ditanam petani secara fantastis. Dari rata-rata produksi 6 ton/ha, SRI mampu memberikan hasil sekitar 9 - 12 ton/ha, suatu hasil yang patut diperhitungkan dan selayaknya mendapat tempat istimewa dalam program ketahanan pangan. Hasil luar biasa ini pula lah yang merangsang PT. Sampurna berani membuka usaha agrobisnis komoditas padi yang selama ini dianggap enteng oleh kalangan pengusaha besar. Belum lagi Nippon Koei Co.Ltd yang secara konsisten melakukan sosialisasi aplikasi SRI pada setiap daerah pengembangan irigasi yang ditanganinya dan bahkan mendanai SRI Center di Mataram.

Selain keunggulan produksi, SRI juga memiliki banyak keunggulan yang diantaranya adalah : 1. Penggunaan air irigasi yang lebih hemat, sehingga memungkinkan perluasan areal tanam padi lahan beririgasi saat musim kemarau 2. Pengunaan varietas unggul lokal yang telah biasa ditanam petani setempat 3. Penggunaan benih yang jauh lebih sedikit (10 - 15 kg/ha dibanding metoda konvensional sebesar 30 - 60 kg/ha). 4. Mengurangi waktu produksi karena bibit ditanam pada umur 5 - 12 hari setelah semai (konvensional 21 hss).5. Secara umum, mengurangi ongkos produksi dan menambah tingkat keuntungan usahatani.6. Jarak tanam yang lebar (30 x 30 cm) mempermudah kegiatan pemeliharaan.7. Pada metoda SRI organik, selain sangat mengurangi kebutuhan pupuk kimia dan tanaman padi relatif lebih tahan terhadap hama dan penyakit, kualitas produk beras menjadi lebih baik.(baca : NOSC, FTP UGM Panen Demplot Padi SRI, dan Budidaya dan Keunggulan Padi Organik Sistem SRI)

Walaupun dengan sistem pengairan biasa, pelaksanaan budidaya padi sistem jajar legowo agak mirip dengan metode SRI. Penanaman bibit 1 - 2 perlubang dan dengan jarak tanam yang diatur perblok, metode jajar legowo mampu meningkakan poduktifitas pada varietas lokal sebesar hampir 40% (dari 6,5 ton/ha menjadi 8,5 ton/ha). Introduksi budidaya organik pada sistem jajar legowo secara signifikan juga meningkatkan produktifitas dan kualitas hasil. (baca : Penanaman Padi Sistem Jajar Legowo, Jajar Legowo Tingkatkan Produksi Petani, Cara Tanam Padi Sistem Legowo, Jatim Terapkan Jajar Legowo)

Apa kesimpulannya ?

Melihat ketiga fenomena di atas, terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara pengembangan SRI dan Jajar Legowo dengan padi hibrida. Perkembangan SRI dan Jajar Legowo berjalan dengan lambat, sedangkan perkembangan padi hibrida walaupun masih menimbulkan masalah, berkembang cukup pesat. Secara teknis, pengembangan SRI dan Jajar Legowo ditangani dalam program-program pemerintah (seperti SRI - Disimp yang ditangani Nippon Koei melalui dana Loan JBIC dan Jajar Legowo pada P4MI/PFI3P yang didanai Loan ADB), sedangkan padi hibrida ditangani langsung oleh lembaga usaha (PT. Dupont, PT. SAS, Syngenta, dll.). Oleh karena itu, walaupun relatif lebih baru, gaung pengembangan padi hibrida lebih kencang karena berpotensi memberikan keuntungan yang sangat besar bagi pengusaha benih hibrida. Keuntungan finansial juga dirasakan Balai Benih Padi dengan perolehan royalty dan bantuan langsung dalam bentuk pendanaan kerjasama pengembangan benih hibrida yang tidak didapatkan dari pengembagan SRI atau jajar Legowo.

Akan tetapi, apabila kita lihat dari keunggulan-keunggulan yang diperoleh secara general dari ketiga sistem tersebut, tentunya kita sangat berharap bahwa sistem yang lebih berpihak pada program ketahanan pangan sekaligus kesejahteraan petani lah yang mestinya lebih diutamakan pengembangannya. Barangkali, seperti biasanya, korupsi, kolusi, dan nepotisme sering mengaburkan bahkan menutupi makna sesungguhnya dari suatu sistem pembangunan di negeri ini. Kita hanya bisa berharap bahwa yang akan unggul adalah yang berpihak pada kepentingan masyarakat dan bangsa ini, bukan yang berpihak pada pengusaha dan para pengumpul harta..



.
oleh Ullych R M di 09.13
http://sukatani-banguntani.blogspot.com/2010/01/padi-hibrida-alternatif-atau-masalah.html

Selasa, 20 Juli 2010

Pekan Flori Flora Nasional (PF2N) : Batam



Pekan Flori Flora Nasional (PF2N) Secara resmi, pada Kamis kemarin (15/07/2010) resmi dibuka oleh Menteri pertanian Republik Indonesia, Suswono. PF2N yang mengambil lokasi di dataran Engku Puetri ini diikuti peserta pameran yang telah bersedia untuk mengikuti pekan flori flora ini sebanyak 24 provinsi, 8 kabupaten/kota dan 20 institusi dari seluruh Indonesia. Sementara peserta dari luar negeri berasal dari Thailand, Singapura dan Malaysia. Dalam pidato pembukaannya Menteri Pertanian mengatakan Indonesia sudah saatnya bisa memenuhi kebutuhan Hortikultura (buah dan sayuran) dalam negeri, selain itu Indonesia juga penyumbang 25 persen buah-buahan tropis di Dunia.

Indonesia seharusnya sudah bisa memenuhi kebutuhan buah dan sayuran dalam negeri, karena potensi tanah dan alam yang dimiliki oleh Indonesia sudah mendukung hal tersebut, Departemen Pertanian sendiri telah berupaya melakukan koordinasi dengan para petani di sentra produksi dan penghasil sayuran di setiap provinsi, deng pengoptimalan petani bisa di beri kemudahan dari mulai penanaman, semai benih, panen dan akses pasar untuk memasarkan produksinya.



----------------------------------------------------------------------------------
PF2N akan berlangsung sepekan dan berakhir pada kamis 22 Juli 2010, dengan tujuan mempromosikan hasil pembangunan dan produk hortikultura, termasuk pemberian informasi peluang investasi dibidang hortikultura dan penjajakan kerjasama bisnis antar pelaku usaha. “Selain itu Dirjen Hortikultura juga akan melakukan penandatanganan MoU dengan Carrefour yang disaksikan oleh Menteri. Juga akan ada penyerahan benih sayur dari PT East West Seed Indonesia kepada Dirjen Hortikultura, Pada penyelenggaraan PF2N kali ini pengunjung juga dapat mengikuti seminar peningkatan kualitas kebun tanaman hias yang akan diselenggarakan pada Jum’at (16/07/2010), di Pusat Informasi Haji (PIH) Batam centre. Yang akan hadir sebagai pembicaraan pada acara itu seperti Dr. Suryo Wiyono, Ahli Agens Hayati IPB, selain itu juga ada Ir. Rusidi, pakar pupuk organic PT Sang Hyang Sri. “mereka semua akan memberikan informasi mengenai pengelolaan tanaman dan berbagai informasi seputar Hortikultura dan peluang yang bisa didapat di sector ini. Seminar ini bisa diikuti oleh pengunjung dan peserta PF2N,

Kementrian Pertanian juga telah melakukan penandatanganan MoU terkait akses produk akses pertanian yang disediakan oleh Carrefour. Penandatangan ini dilakukan oleh Corporate Affairs Director PT Carrefour Indonesia, Irawan kadarman. Nota kespahaman ini difokuskan pada pada pengembangan dan pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah bidang pertanian. “Kita mencoba untuk memfasilitasi petani Indonesia dalam akses pemasaran yang dilakukan disemua Carrefour, dan ini akan menjadi tonggak sejarah bagi Carrefour dan dunia pertanian di Indonesia.

PF2N merupakan salah satu agenda nasional yang dilaksanakan setiap tahunnya, dimana tahun 2009 Provinsi Banten sebagain tuan rumah pelaksanaan tersebut, dan sekarang di tahun 2010 Batam menjadi tuan rumah, selanjutnya terpilih untuk tahun 2011 berada di Denpasar, Bali ditandai dengan penyerahan tanda estafet simbolik dari Batam oleh Ahmad Dahlan kepada I Nyoman Raka Arwita, Kepala Bidang pembinaan dan pemasaran Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kota Denpasar mewakili wali kota Denpasar.

berbagai sumber: Humas Setdako Batam/batamevent/seed Indonesia



.

Kacang-Kacang Jawara



Mengunyah kacang sebagai camilan
merupakan pilihan bijak
untuk melindungi kesehatan kita.
Dapatkan khasiat besar
dibalik rasa gurih dan
nikmatnya kacang.

Tertarik?

Kacang adalah asupan sehat
yang belum banyak orang tertarik mencobanya.
Padahal, dengan megkonsumsi kacang
sebanyak 42 gram atau segenggam penuh
setiap harinya sudah dapat mengurangi
risiko penyakit jantung dan diabetes.
Kali ini Prevention ingin membagikan
3 kacang yang berkhasiat super pada Anda.


1. Almon
Inilah rajanya kelompok kacang-kacangan.
Almon mengandung segala nutrisi dan vitamin
yang sangat penting bagi kesehatan lebih banyak
dibanding kacang-kacang lain.


Banyak orang mengkonsumsi almon karena rasanya
yang gurih dan tidak pernah berpikir tentang khasiat
yang ada ketika kita mengkonsumsi kacang ini.

Kandungan polifenol pada almon baik
untuk kesehatan jantung kita.
Mengkonsumsi 30 gram kacang almon
setara dengan 1 cangkir the hijau
atau ½ cangkir brokoli kukus.


2.Hazelnut
Kacang ini sangat populer
karena kandungan vitamin E
yang bisa membantu sistem reproduksi
dan penting untuk kesehatan otot jantung
dan otot-otot lain diseluruh tubuh kita.


Vitamin E dalam hazelnut dapat mencegah
terjadinya disintegrasi sel darah merah
sehingga baik untuk mencegah anemia dan
mencegah faktor-faktor pemicu kanker.

Kandungan asam amino arginine bisa membantu
melemaskan pembuluh darah dan
menurunkan tekanan darah.
Vitamin E, folat, dan vitamin B
yang baik bagi tubuh juga terdapat
dalam kacang hazelnut.
Cegah penyakit jantung dan kanker dengan cukup
mengkonsumsi 25 gram hazelnut setiap harinya.

3. Pistachio
Selain rasanya yang gurih.
garing dan renyah, kacang pistachio
mengandung banyak nutrisi yang baik bagi tubuh.


Menurut penelitian dari Pennsylvania State University,
mengkonsumsi kacang pistachio secara rutin
bisa menurunkan kadar kolesterol LDL
hingga 12%. Kandungan potassium dan
magnesium dalam pistachio juga baik
bagi kesehatan jantung kita.


(PreventionIndonesiaonline/Astrid Anastasia)
Selasa, 20 Juli 2010 | 16:31 WIB
Indonesia seed


.